Rabu, 29 April 2009

Aqidah Salaf As-Sholih

"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. 4:1)



Pendahuluan
Kebangkitan dunia Islam telah menyadarkan banyak orang tentang kekuatan Islam, meskipun kebangkitan tersebut tidak melalui kekuasaan. Tetapi Islam memasuki kalbu, otak dan urat nadi orang yang mencari kebenaran, hanya saja kebangkitan tersebut perlu lebih diarahkan kepada satu asas dan bingkai yang diterima oleh semua pihak yang secara jujur membawa misi Islam, li'ilaa'i kalimatillah. Arah dan bingkai tersebut tak lain dan tak bukan adalah manhaj Salafusshalih; berupa perangkat pemahaman yang utuh dari ajaran Rasulullah saw. Hal tersebut tentunya untuk menghindari berbagai penyimpangan yang dialamai oleh sebagian ummat Islam. Penyimpangan tersebut bervariasi; dari yang besar sampai kepada dualisme pemahaman dengan maksud memilah-milah untuk kepentingan tertentu. Hal itu sangat berbahaya, karena dasarnya adalah hawa nafsu. Karena pemahaman sesungguhnya harus menyeluruh dan kita terima tanpa tawar menawar.



Salaf dan Aqidah
Rasulullah saw sejak diutus oleh Allah SWT, telah mengajarkan aqidah tauhid kepada para shabatnya, sehingga mengakui kebesaran Allah SWT, keagungan syariat-Nya. Mereka cinta kepada Allah SWT berharap hanya kepada Allah SWT dan tidak ada yang ditakuti kecuali Allah SWT. Mereka digambarkan oleh Allah SWT dalam firmanNya, "Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-easul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Rabb dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS. Al-Baqarah:285). Disamping itu Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (adzab) Rabb mereka (57). Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka (58), Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatu apapun) (59), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka (60)." (QS. Al-Mukminun:57-60) Untuk melihat keutuhan aqidah Salaf, marilah kita simak ucapan Sufyan bin Uyainah berikut ini, "Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus nabi kita Muhammad saw, kepada seluruh manusia, untuk menyatakan bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwasanya dia (Muhammad) adalah utusan-Nya. Maka tatkala mereka telah mau mengatakan bersaksi seperti itu, terjaminlah darah dan hartanya, kecuali dengan haknya, dan hisabnya hanya kepada Allah. Ketika Allah SWT mengetahui ketulusan hal itu dari hati nurani mereka, ia memerintahkan kepadanya (Muhammad) untuk menyuruh mereka sholat. Maka memerintahlah ia (Muhammad), dan mereka mau mengerjakannya. Demi Allah, seandainya mereka tidak mau mngerjakannya (sholat) maka sia-sialah ikrar/syahadat mereka tadi, juga sholatnya. Ketika Allah mengetahui ketulusan hati mereka (dalam mengerjakan perintah tersebut), Allah memerintahkan kepadanya (Muhammad) agar menyuruh mereka berhijrah menuju Madinah. Maka ia (Muhammad) memerintah kepada mereka, dan mereka mau mengerjakannya. Demi Allah seandainya mereka tidak mau mengerjakannya, niscaya sia-sialah syahadat dan sholat mereka. Lalu ketika Allah mengetahui ketulusan hati mereka (dalam mengerjakan perintah tersebut), Allah memerintahkan mereka untuk kembali ke Mekkah, memerangi/membunuh bapak dan anak-anak mereka, sehingga bapak dan anak-anak mereka tersebut mau bersyahadat sebagaimana syahadat mereka, shalat sebagaimana shalat mereka, dan hijrah sebagaimana mereka hijrah. Mereka mau mengerjakan hal itu, sampai-sampai ada diantara mereka yang membawa kepala bapaknya, sambil berkata: "Wahai Rasulullah, inilah kepala pemuka orang-orang kafir." Demi Allah seandainya mereka tidak mau mengerjakannya, niscaya sia-sialah syahadat, shalat dan hijrah mereka. Ketika Allah mengetahui ketulusan hati mereka. Ia memerintah kepadanya (Muhammad) agar memerintah mereka bertawaf (mengelilingi) Ka'bah sebagai ibadah dan mencukur rambut mereka sebagai lambang rendah diri, dan mereka mau mengerjakannya. Demi Allah, seandainya mereka tidak mau mengerjakannya, niscaya sia-sialah syahadat, shalat, hijrah dan haji serta perlawanan perang (yang mereka lakukan) terhadap bapak-bapak mereka. Ketika Allah SWT mengetahui ketulusan hati mereka, maka Ia memerintahkan kepadanya (Muhammad) untuk mengambil harta mereka sebagai sedekah yang menyucikan mereka. Maka ia (Muhammad) memerintah mereka untuk itu, dan mereka mau mengerjakannya, sehingga mereka membawa harta mereka baik sedikit maupun banyak. Demi Allah, andaikan mereka tidak mau mengerjakannya, maka sia-sialah syahadat, shalat, hijrah, perang terhadap bapak mereka dan thawaf mereka. Ketika Allah SWT mengetahui ketulusan hati mereka, dalam mengerjakan syari'at-syari'at iman dan batas-batasnya;" Ia SWT berkata: "Katakanlah (hai Muhammad) kepada mereka!" "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu." Sufyan berkata: "Barangsiapa meninggalkan satu prinsip dari ajaran Islam, bagi kami ia adalah kafir. Barangsiapa meninggalkannya karena malas atau meremehkan, kita akan menghukumnya, dan ia menurut kita adalah kurang (imannya). Inilah sunnah.....sampaikanlah dari akau, apabila manusia bertanya kepadamu." (Al-Ajurry, Kitabu Asy-Syari'ah hal. 103 - 104).

Untuk itu kita menggali tauhid sedalam-dalamnya, seperti yang diungkapkan oleh imam Al-Laalikaa'i yang artinya:

"Sesungguhnya hal yang paling wajib atas seseorang adalah ma'rifat terhadap dien dan apa-apa yang Allah bebankan kepada hamba-hamba-Nya berupa pemahaman tauhid terhadap-Nya, sifat-sifat-Nya dan membenarkan utusan-utusan-Nya dengan dalil dan keyakinan, dengan cara istidlal dengan hujjah dan penjelasan. Dan sebaik-baik ucapan dan hujjah yang rasional adalah Al-Qur'an dan sabda Rasulullah serta perkataan shahabat, kemudian ijma' para Salaf As-Shaleh dan berpegang teguh terhadap keseluruhannya sampai hari kiamat serta menjauhi berbagai bid'ah yang diada-adakan oleh para penyesat, sekalipun hanya mendengarkannya." (Syarh Ushul I'tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah oleh Al-Laalikaa'i Juz I hal. 9) Demikianlah nasehat dan wasiat dari para ulama salaf, dari kalangan shahabat, tabi'in dan seterusnya.



Salaf Dan Kaitannya Dengan Ibadah
Secara bahasa, ibadah artinya tunduk dan patuh.

Secara syara', ibadah adalah nama yang mencakup semua kebaikan yang mengarah kepada ridho Allah SWT. Secara lebih rinci Syaikh Abdurrohman Sa'di menyebutkan yang artinya :"Ibadah adalah sempurnanya ketaatan dan kepatuhan kepada perintah-perintah Allah, berhenti dari larangan-larangan-Nya, mengendalikan diri dari batasan yang dibuat-Nya dan menerima semua yang diajarkan-Nya melalui lisan nabi-Nya tanpa menolak atau menyimpangkannya." (Shofwatul Atsr wal Mafaahim, hal. 46).

Sesuai dengan difinisi diatas, makna ibadah sangat luas, yang mengyangkut dhohir maupun bathin. Pada makalah ini, kita akan membatasi pada makna dhohirnya saja. Seperti selalu kita baca yang artinya :

"Katakanlah, Shalatku, korbanku, hidupku dan matiku, hanya untuk Allah, Rabb semesta alam." (QS. Al-An'am : 162).

Untuk mengetahui detil dari rincian ibadah dhohiriyah itu, sebaiknya kita simak hadits Rasulullah SAW yang artinya :

"Dari Mu'adz bin Jabal, telah berkata, 'Aku telah berkata, 'Ya Rasulullah, beritahukannlah aku suatu amal yang dapat memasukkan aku kedalam jannah dan menjauhkan akau dari neraka.' Nabi menjawab, 'Engaku telah bertanya tentang suatu perkara besar, dan sesungguhnya itu adalah ringan bagi orang yang dimudahkan oleh Allah Ta'ala atasnya. Engkau menyembah Allah dan jangan menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah.' Kemudian beliau berkata, 'Inginkah engkau kuberi petunjuk kepadamu akan pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalah perisai dan sedekah itu menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api dan shalat seorang ditengah malam.' Kemudian beliau membaca ayat yang artinya: Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo'a kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. As-Sajdah : 16 - 17). Kemudian beliau bersabda, 'Maukah bila aku beritahukan kepadamu pokok amal dan tiang-tiangnya seta puncak-puncaknya? Aku menjawab, 'Mau ya Rasulullah', Rasulullah bersabda, 'Pokok amal adalah Islam dan tiang-tiangnya adalah shalat dan puncknya adalah jihad.' Kemudian beliau bersabda; 'Maukah aku beritahukan kepada tentang kunci perkara itu semua?' Aku menjawab, 'Mau,' Maka ia memegang lidahnya dan bersabda, 'Jagalah ini!' Aku berkata, 'Ya Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?' Maka beliau bersabda; 'Semoga selamat engkau! Adakah yang menjerumuskan orang keatas mukanya, (atau sabdanya, keatas hidungnya). kedalam neraka, selain buah ucapan mereka?" (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia berkata 'Hadits itu hasan shahih).

Keutamaan seseorang tidak hanya ditentukan dari kewajiban-kewajiban yang sudah dikerjakannya, namun juga oleh sejauh mana ia mengerjakan sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Lihatlah wasiat Abu Bakar Ash-Shiddiq RA kepada Umar bin Khattab RA saat sudah dekat ajalnya. Dalam sebuah riwayat diriwayatkan yang artinya:

"Sesungguhnya aku akan memberimu sebuah wasit jika kamu mau menerimanya. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mempunyai hak-hak dimalam hari yang Ia tidak mau menerimanya disiang hari. Demikian juga Allah Azza wa Jalla mempunya hak-hak disiang hari yang Ia tidak mau menerimanya dimalam hari. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan menerima amalan sunnah sebelum amalan wajib dikerjakan."

Kalau kita perhatikan kehidupan Salaf Ash-Shaleh akan kita dapatkan kesimpulan bahwa mereka persis seperti pernyataan: "Yaitu pendeta-pendeta diwaktu malam dan joki-joki diwaktu siang." Bahkan kita dapatkan bagaimana kalau seseorang sudah kecapaian karena kerja keras di siang hari, sang isteri berperan untuk mengingatkan seperti riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Rojab Rahimahullah yang artinya: "Suatu malam isteri Habib (yakni Abu Muhammad Al-Fars) membangunkan dan berkata: Bangun hai Habib, sesungguhnya perjalanan amatlah panjang, sedang bekal kita sedikit. Rombongan orang-orang shaleh telah berlalu, sedangkan kita tetap berhenti." (dinukil dari kitab Al-Hujjah fi Sairi Ad-Daljah karangan ibnu Rajab, hal. 67). Yang harus menjadi catatan kita bahwa sebaik-baik ibadah itu adalah yang kontinyu dan berdasar petunjuk Nabi SAW. Abu Ubaidah bin Al-Mursanna berkata yang artinya: "Sesungguhnya berlebih-lebihan didalam beribadah itu buruk, lengahpun buruk, dan sedang-sedang saja itu bagus." Oleh karena itu Ibnu Mas'ud Rahimahullah mendapatkan bahwa ibadah para tabi'in itu lebih banyak dari para Shahabat, ucapannya yang artinya: "Kalian (para tabi'in) lebih banyak puasa dan shalat daripada para shahabat Muhammad SAW padahal mereka lebih baik daripada kalian. Mereka bertanya, 'Apa sebabnya? Beliau menjawab, 'Karena mereka lebih zuhud dari kalian dalam masalah dunia dan lebih mengutamakan akhiratnya." Oleh karena itu batasan yang diajarkan oleh Nabi SAW dalam kaitannya dengan ibadah dhahir ini diantaranya yang artinya: "Rasulullah SAW memerintahkan Abdullah bin Amru untuk mengkhatamkan Al-Qur'an dalam satu pekan. Dalam riwayat selama tiga hari. Beliau bersabda, orang yang membaca mengkhatamkannya lebih cepat dari itu tidak akan dapt memahaminya (Al-Qur'an). Demikian pula masalah puasa (yang paling afdhal) adalah puasa Daud Alaihissalam. Tidak ada puasa yang lebih afdhal daripada puasa Daud. Dan dalam masalah qiyam, adalah qiyam Daud."

Semoga kita diberikan hidayah dan kekuatan untuk mengikuti para Salaf Ash-Shaleh Ridhwanullah alaihim, amin.



TAMAT

Oleh :

Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar