"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang men- jaga kemaluannya kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memeli- hara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalat. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi." (QS. Al-Mu'minun : 1 - 10)
Ilmu jiwa agama adalah suatu bidang disiplin ilmu yang berusaha mengeksplorasi perasaan dan pengalaman dalam kehidupan seseorang. Penelitian itu didasarkan atas dua hal yaitu sejauh mana kesadaran beragama (religious counsciousness) dan pengalaman beragama (religious experience). Apabila standar itu kita coba terapkan pada seseorang yang secara spesifik beragama Islam, maka akan kita lihat beberapa standar diantaranya Al-Qur'an dan As-Sunnah dan penjelasan para ulama.
AL-QUR'AN
Kriteria yang diberikan oleh Al-Qur'an bagi mereka yang dikategorikan orang yang matang beragama Islam cukup bervariasi. Seperti pada sepuluh ayat pertama pada Surah Al-Mu'minun dan bagian akhir dari Surah Al-Furqan.
Mereka yang khusyu' shalatnya
Menjauhkan diri dari (perbuatan-perbuatan) tiada berguna
Menunaikan zakat
Menjaga kemaluannya kecuali kepada isteri-isteri yang sah
Jauh dari perbuatan melampaui batas (zina, homoseksual, dan lain-lain)
Memelihara amanat dan janji yang dipikulnya
Memelihara shalatnya (QS. Al-Mu'minun : 1 - 10)
Merendahkan diri dan bertawadlu'
Menghidupkan malamnya dengan bersujud (Qiyamullail)
Selalu takut dan meminta ampunan agar terjauh dari jahanam
Membelanjakan hartanya secara tidak berlebihan dan tidak pula kikir
Tidak menyekutukan allah, tidak membunuh, tidak berzina
Suka bertaubat, tidak memberi persaksian palsu dan jauh dari perbuatan sia-sia, memperhatikan Al-Qur'an, bersabar, dan mengharap keturunan yang bertaqwa (QS. Al-Furqan : 63 - 67)
AS-SUNNAH
Rasulullah SAW memberikan batas minimal bagi seorang yang disebut muslim yaitu disebut muslim itu apabila muslim-muslim lain merasa aman dari lidah dan tangannya (HR. Muslim). Sementara ciri-ciri lain disebutkan cukup banyak bagi orang yang meningkatkan kualitas keimanannya. Sehingga tidak jarang Nabi SAW menganjurkan dengan cara peringatan, seperti : "Barangsiapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya hendaknya dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri" (HR. Bukhari). "Tidak beriman seseorang sampai tetangganya merasa aman dari gangguannya" (HR. Bukhari dan Muslim). "Tidak beriman seseorang kepada Allah sehingga dia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya dari pada kecintaan lainnya..." (HR. Muslim). Dengan demikian petunjuk-petunjuk itu mengarahkan kepada seseorang yang beragama Islam agar dia menjaga lidah dan tangannya sehingga tidak mengganggu orang lain, demikian juga dia menghormati tetangganya, saudara sesama muslim dan sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Ringkas kata, dia berpedoman kepada petunjuk Al-Qur'an dan mengikuti contoh praktek Rasulullah SAW, sehingga dia betul-betul menjaga hubungan "hablum minallah" (hubungan vertikal) dan "hablum minannaas" (hubungan horizontal).
Peringatan shahabat Ali r.a. bahwa klimaks orang ciri keagamaannya matang adalah apabila orang tersebut bertaqwa kepada Allah SWT. Dan inti taqwa itu ada empat, menurut Ali r.a.
Mengamalkan isi Al-Qur'an
Mempunyai rasa takut kepada Allah sehingga berbuat sesuai dengan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya
Merasa puas dengan pemberian atau karunia Allah SWT meskipun terasa sedikit
Persiapan untuk menjelang kematian dengan meningkatkan kualitas keimanan dan amal shaleh
Sedangkan Ibnul Qoyyim, ulama abad ke 7, menyebutkan 9 kriteria bagi orang yang matang beragama Islamnya.
Dia terbina keimanannya yaitu selalu menjaga fluktualitas keimanannya agar selalu bertambah kualitasnya
Dia terbina ruhiyahnya yaitu menanamkan pada dirinya kebesaran dan keagungan Allah serta segala yang dijanjikan di akherat kelak, sehingga dia menyibukkan diri untuk meraihnya
Dia terbina pemikirannya sehingga akalnya diarahkan untuk memikirkan ayat-ayat Allah Al-Kauniyah (cipataan-Nya) dan Al-Qur'aniyah (firman-Nya).
Dia terbina perasaannya sehingga segala ungkapan perasaan ditujukan kepada allah, senang atau benci, marah atau rela, semuanya karena Allah.
Dia terbina akhlaknya dimana kepribadiannya di bangun diatas pondasi akhlak mulia sehingga kalau berbicara dia jujur, bermuka manis, menyantuni yang tidak mampu, tidak menyakiti orang lain dan berbagai akhlak mulia
Dia terbina kemasyarakatannya karena menyadari sebagai makhluk sosial, dia harus memperhatikan lingkungannya sehingga dia berperan aktif mensejahterakan masyarakat baik intelektualitasnya, ekonominya, kegotang-royongannya, dan lain-lain
Dia terbina keamuannya sehingga tidak mengumbar kemauannya ke arah yang distruktif tetapi justru diarahkan sesuai dengan kehendak Allah. Kemauan yang mendorongnya selalu beramal shaleh
Dia terbina kesehatan badannya karena itu dia memberikan hak-hak badan untuk ketaatan kepada Allah karena Rasulullah SAW bersabda : "Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan dicintai Allah daripada mukmin yang lemah" (HR. Ahmad)
Dia terbina nafsu seksualnya yaitu diarahkan kepada perkawinan yang dihalalkan Allah SWT sehingga dapat menghasilkan keturunan yang shaleh dan bermanfaat bagi agama dan negara.
Demikian secara ringkas kami paparkan kriteria ideal untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana kematangan beragama Islam seseorang. Sengaja kami batasi agama Islam karena pembahasan ciri-ciri beragama secara umum terlalu luas. Dan perlu kita ingat dalam kondisi masyarakat yang komplek dengan problematika kehidupannya, maka sungguh orang yang beragamalah yang akan terhindar dari penyakit stress, kata Robert Bowley.
Referensi:
Al-Qur'an dan terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Penafsir Al-Qur'an
Hadits-hadits Nabi yang terkumpul dalam Shahih Bukhari, Muslim, dan lain-lain
Ilmu Jiwa Agama, Prof. DR. Zakiah Derajat, Bulan Bintang, Jakarta, cet. 15, 1996
Al-Fikrut Tarbawi 'Inda Ibnil Qoyyim, Dr. Hasan bin Ali bin Hasan Al-Hajjaji, Darul Hafidz, Jeddah, cet. I, 1408 H - 1988 M.
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Rabu, 29 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar